Selasa, 23 Desember 2008

Selamat Hari Ibu

Sudahkah saya menjadi Bunda yang seperti ini ?


Di detik pertama saya melihat dunia, Bunda tahu bahwa saya sangatketakutan mendapati dunia yang berbeda dari kehidupan indah sebelumnyadi dalam rahim Bunda. Saya menangis sekuat-kuatnya untuk menunjukkanbahwa saya benar-benar takut dan takkan mampu hidup sendiri dalamkondisi yang sangat lemah. Tapi ketika itu pula, Bunda tahu ketakutanyang saya rasakan. Ia merapatkan tubuh ini ke tubuhnya, menyodorkanair murni kehidupan dan mengusapkan jari lembutnya di punggung kecilini. Hangat kecupnya terasa di kening seraya berucap, "Jangan takutnak, Bunda kan selalu menemanimu sampai kapan pun"
Tangisan pertama saya, mungkin agak asing untuk telinga Bunda. TapiBunda cerdas luar biasa, hanya perlu waktu beberapa saat saja untukbisa memahami seribu bahasa yang keluar dari mulut mungil saya. Ketikatiba-tiba Bunda mampu membaca bibir saya dan berkata, "Oooh, haus yasayang. " dan di tangisan lain Bunda menerjemahkan lain pula, "sakitya nak, mana yang sakit? tangannya? Sini Bunda usap-usap ya."
Setiap tengah malam, saya menangis, kadang karena haus, lapar ataukarena tidak betah usai buang air kecil. Tak pernah Bunda mengeluh,apalagi melanjutkan tidurnya tak peduli. Secepat kilat ia bangun,mengganti popok, membersihkan kotoran saya, atau menyusui saya yangkehausan. Baru setengah jam Bunda terpejam, saya menangis lagi, kaliini karena nyamuk yang mengganggu. Bunda tahu itu, sesungguhnya ia takpernah benar-benar terlelap. Antara sadar dan tidak, Bunda pastiterbangun setiap kali lenguhan si kecil ini terdengar seraya sigapmemberi apapun yang diinginkan.
Tak hanya ketika bayi, Bunda menemani saya tidur hingga waktu-waktusaya menjelang remaja. Bunda tahu betul, saya selalu rindu tidur disisi bunda karena ingin mendengarkan dongeng seperti dulu, atausekadar merasakan hangatnya usapan lembut jari Bunda di punggung.Kemudian nyanyian merdu Bunda mengiringi jiwa yang terbang ke alammimpi. Tak semerdu biduanita terkenal memang, tapi kasih yangmenyertainya membuat suara Bunda jauh lebih indah di hati.
Lagu favorit saya adalah "Bintang Kecil", karena Bunda menyanyikannyasambil memproklamirkan bahwa sayalah bintang kecil itu, yang tak hanyabercahaya di malam hari, namun selalu menjadi cahaya di dalam hatiBunda. Saya juga suka lagu "Pelangi" sebab kata Bunda, memiliki sayasebagai anaknya jauh lebih indah dari pelangi manapun yang pernahdilihatnya. Satu lagi lagu kesukaan saya, terutama pada kalimat pinta,"ambilkan bulan bu.", kata Bunda, tak hanya bulan, apapun yang sayaminta akan diambilkan.
Saat saya masih suka pipis di celana, Bunda tak pernah marah. Ia tahusaya sudah cukup merasa malu, dan tak ingin menambah penderitaandengan omelannya. Ia hanya menuntun tangan kecil ini sambilmenunjukkan tempat pipis yang sebenarnya. Saat harus membersihkanbekas buang air kecil atau kotoran yang bau nan menjijikkan, kadang iatengah asik menikmati santapan pagi, siang maupun malam. Dengan senyumterindah, ia tinggalkan makannya untuk sesaat membersihkan saya.
Kalau Bunda senyum saat saya mendapat nilai sempurna di sekolah, itubiasa. Namun senyum yang sama terukir di bibirnya ketika nilai sayajeblok,benar- benar membuat saya merasa berjalan di atas awan. Bundatahu, marah karena nilai jelek yang saya dapatkan tidak akan membenahikeadaan. Senyumnya justru memberi saya arti bahwa ia tetap banggaterhadap anaknya dalam kondisi apapun. Dan karena itulah, sayaberjanji untuk senantiasa memberi nilai setimpal untuk senyum indahnyaitu.
Saya pernah sakit, berhari-hari sampai tidak mau makan dan minum.Bunda sedih, meski yang sakit anaknya, tapi ia lebih menderita darisiapapun di dunia ketika itu. Bunda tahu, saat anaknya sakit maka iaakan merasa dirinya lah yang sakit. Karena anak adalah buah hatinya,mutiara jiwanya. Maka jika sakit buah hatinya, sakit pula dirinyasecara menyeluruh. Jika sakit mutiara jiwanya, sakit pula tubuhkeseluruhannya.
Pada akhirnya, ketika saya memutuskan untuk menikah. Bunda menangis,akan ada orang lain yang mengisi hati ini untuk dicinta selaindirinya. Meski demikian, Bunda tahu bahwa saya tetap selalumencintainya lebih dari apapun. Bunda tahu ia takkan kehilangan diriini meski harus berjauhan dan tak lagi tinggal serumah. Meski padaakhirnya ia benar-benar merasa kehilangan, ia tetap pada keyakinannya,anak-anak akan kembali padanya.
Bunda benar, saya merasa takkan pernah bisa berdiri tanpa Bunda, sebabBunda lah yang pertama kali melihat saya belajar berdiri. Sejauh sayamelangkah, kemana pun saya pergi, Bunda lah yang memulainya denganmengajari saya cara berjalan. Sehebat-hebatnya saya menjadi pembicaradalam berbagai kesempatan, kata pertama dari mulut ini Bunda juga yangmengajarinya. bahkan, jauh sebelum saya melihat keindahan berbagaipenjuru dunia, senyum Bunda pula yang pertama kali saya lihat. Seelokapapun makhluk yang saya temui di dunia, saya lebih dulu melihat wajahmulia Bunda.
Kini, walau anak-anak jarang berkunjung, kerap lupa menelepon sekadaruntuk menanyakan kabar, Bunda tahu bukan karena anak-anak tak lagimencintai. Bahkan tanpa memberi tahu, Bunda selalu yakin anak-anaknyadalam keadaan baik-baik saja, karena itulah yang tak pernah lupa iapanjatkan dalam doa di sujud malamnya.
Maaf Bunda, karena sekarang justru saya yang sering lupa mencari tahu,apa Bunda baik-baik saja? Siapa yang memberi obat ketika Bunda sakit?Siapa yang menemani Bunda jalan-jalan sore, apa Bunda sudah makanmalam . (gaw)
Happy mothers day, mom